TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA,
PERATURAN KEPALA DESA, DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
PERATURAN KEPALA DESA, DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
DASRIL RADJAB,SH.MH
DOSEN HUKUM PEMERINTAHAN DESA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAMBI
I. PENGERTIAN
Peraturan Desa adalah
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa.
Peraturan Kepala Desa
adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang
bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Keputusan Kepala Desa
adalah keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan
dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa.
II. ASAS
–ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DESA /PERATURAN KEPALA DESA
Dalam pembentukan Peraturan Desa /peraturan Kepala
Desa yang baik yaitu meliputi:
a. Kejelasan tujuan, yaitu setiap pembentukan Peraturan Perundangundangan harus mempunyai
tujuan dan manfaat yang jelas yang hendak dicapai;
b.
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang, apabila dibuat oleh lembaga atau pejabat yang tidak
berwenang maka dapat dibatalkan atau batal demi hukum;
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, adalah bahwa dalam pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan dalam yang
tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.
d.
Dapat dilaksanakan,
adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e.
Kedayagunaan dan
kehasilgunaan, adalah bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan, adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, dan
pilihan kata atau terminologi,serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti,
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.
g.
Keterbukaan,
adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan
terbuka, dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
III. MATERI MUATAN
Materi muatan Peraturan
Desa adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih
lanjut dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Materi muatan Peraturan
Kepala Desa adalah penjabaran
pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat pengaturan.
Materi muatan Keputusan
Kepala Desa adalah penjabaran
pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat penetapan.
Peraturan
Desa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
IV. PERSIAPAN DAN
PEMBAHASAN
Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa dan dapat berasal
dari usul inisiatif BPD.
A. HAK MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA
Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis maupun lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
Masukan secara tertulis
maupun lisan dari masyarakat dapat
dilakukan dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa.
B. RANCANGAN PERATURAN DESA
Rancangan
Peraturan Desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD.
Rancangan Peraturan Desa
yang berasal dari Pemerintah Desa, dapat ditarik kembali sebelum dibahas
bersama BPD.
C. EVALUASI PERATURAN DESA
Rancangan
Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan
penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD, sebelum ditetapkan oleh
Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati untuk dievaluasi.
Hasil evaluasi rancangan
Peraturan Desa disampaikan oleh Bupati kepada
Kepala Desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa
tersebut diterima.
Apabila Bupati belum
memberikan hasil evaluasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) menjadi Peraturan Desa.
Evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dapat didelegasikan kepada Camat.
V. PENGESAHAN DAN PENETAPAN
Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD disampaikan oleh Pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
Penyampaian Rancangan
Peraturan Desa dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Rancangan Peraturan
Desa wajib ditetapkan oleh Kepala Desa
dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tersebut.
Peraturan
Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan.
Peraturan Desa sejak
ditetapkan, dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,
kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa tersebut.
Peraturan Desa tidak boleh berlaku surut.
VI. PENYAMPAIAN DAN PENYEBARLUASAN PERATURAN DESA
Peraturan Desa
disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan
dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Peraturan Desa dan
peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh Pemerintah
Desa.
VII. TEKNIK PENYUSUNAN
Kerangka struktur Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan
Kepala Desa terdiri dari :
A.
Penamaan/Judul;
B.
Pembukaan;
C.
Batang
Tubuh;
D.
Penutup;
dan
E.
Lampiran
(bila diperlukan).
Uraian dari
masing-masing substansi kerangka Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa, sebagai berikut :
A. Penamaan / Judul
1.
Setiap Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa
mempunyai penamaan/judul.
2.
Penamaan/judul Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala
Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan
atau keputusan yang diatur.
3.
Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dibuat
singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa.
4.
Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.
Contoh Penulisan Penamaan/Judul:
a.
Jenis
Peraturan Desa
PERATURAN DESA
KEDOTAN
NOMOR ……. TAHUN 2009
NOMOR ……. TAHUN 2009
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
b.
Jenis
Peraturan Kepala Desa
PERATURAN KEPALA DESA KEDOTAN
NOMOR …. TAHUN 2009
NOMOR …. TAHUN 2009
TENTANG
IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA
c.
Jenis
Keputusan Kepala Desa
KEPUTUSAN KEPALA DESA KEDOTAN
NOMOR … TAHUN 2009
NOMOR … TAHUN 2009
TENTANG
PEMBENTUKAN PANITIA HARI ULANG TAHUN RI KE 63
B. Pembukaan
1. Pembukaan
pada Peraturan Desa terdiri dari :
a.
Frasa " Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
b.
Jabatan pembentuk
Peraturan Desa.
c.
Konsiderans;
d.
Dasar Hukum;
e.
Frasa "Dengan
persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa";
f.
Memutuskan; dan
g.
Menetapkan.
2. Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa terdiri dari:
a.
Frasa " Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
b.
Jabatan pembentuk
Peraturan Kepala Desa.
c.
Konsiderans;
d.
Dasar Hukum;
e.
Memutuskan; dan
f.
Menetapkan.
3. Pembukaan pada Keputusan Kepala Desa terdiri
dari:
a.
Frasa "Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
b.
Jabatan pembentuk
Keputusan Kepala Desa;
c.
Konsiderans;
d.
Dasar Hukum; dan
e.
Memutuskan;
PENJELASAN
a.
Frasa "Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa";
Kata frasa yang berbunyi "Dengan Rahmat Tuhan Yang
Maha Esa" merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa, cara penulisan seluruhnya
huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.
Contoh:
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
b.
Jabatan
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa
dan Keputusan Kepala Desa, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda baca koma (,).
Contoh:
KEPALA DESA KEDOTAN,
c.
Konsiderans
Konsiderans harus diawali dengan kata
"Menimbang" yang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran
yang menjadi latar belakang, alasan-alasan serta landasan yuridis, filosofis,
sosiologis, dan politis dibentuknya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa.
Jika konsiderans terdiri dari lebih satu pokok pikiran,
maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian, dari tiap-tiap pokek
pikiran diawali dengan huruf a, b, c, dst. dan diakhiri dengan tanda titik koma
(;).
Contoh :
Menimbang : a. ……………………………………………………………..;
b. ……………………………………………………………...;
c. ………………………………………………………………;
Menimbang
:
|
a.
|
bahwa dalam penyelenggaraan Pemerintah
Desa secara tertib dan
teratur perlu didukung dengan organisasi
dan tata kerja yang
mengatur dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Pemerintah
Desa;
|
b.
|
bahwa
dalam efektifitas penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan
pembangunan
dan pembinaan masyarakat di desa, perlu penyusunan
organisasi dan tata kerja sebagai pedoman bagi
penyelenggaraan
Pemerintah Desa;
|
|
c
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu
membentuk Peraturan Desa tentang Organisasi
dan tata kerja pemerintah desa
|
d.
Dasar
Hukum
1) Dasar Hukum
diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasar hukum bagi
pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan
perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya Peraturan Desa, Peratt ran
Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa atau yang mempunyai kaitan langsung
dengan materi yang akan diatur.
2) Dasar
Hukum dapat dibagi 2, yaitu :
a)
Landasan yuridis
kewenangan membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala
Desa; dan
b)
Landasan yuridis materi yang diatur.
3) Yang dapat dipakai
sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan perundang-undangan yang tingkat
derajatnya lebih tinggi atau sama dengan produk hukum yang dibuat.
Catatan : Keputusan yang bersifat
penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum
karena tidak termasuk jenis peraturan perundang-undangan.
4) Dasar hukum dirumuskan
secara kronologis sesuai dengan hierarkhi peraturan perundang-undangan, atau
apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, maka
dituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan
perundangundangan tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan
berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.
5) Penulisan dasar hukum
harus lengkap dengan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah (kalau
ada).
6) Jika dasar hukum lebih
dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan
angka arab 1, 2, 3, dst dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;)
Contoh penulisan Dasar Hukum:
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 54 Tahun
1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro
Jambi, Dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Lembaran Negara Republik
Indonesiatahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.
3903) Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten
Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten
Muaro Jambi, Dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesiatahun 2000 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844.);Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4546);
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844.);Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negani Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. Tamtahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4546);
4. Peraturan Menteri ...
Nomor... Tahun ... tentang
5. Peraturan Daerah ...
Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor ... , Tambahan
Lembaran Daerah Nomor ...)
e. Frasa
"Dengan persetujuan bersama Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala
Desa" Kata frasa yang berbunyi "Dengan persetujuan bersama Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa", merupakan kalimat yang harus
dicantumkan dalam Peraturan Desa dan cara penulisannya dilakukan sebagai
berikut :
1)
Ditulis
sebelum kata MEMUTUSKAN;
2) Kata "Dengan Persetujuan Bersama", hanya huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital;
3)
Kata
"antara" Berta "dan", semua ditulis dengan huruf kecil; dan
4)
Kata
"Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa" seluruhnya ditulis
dengan huruf kapital.
Contoh:
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA KEDOTAN
dan
KEPALA DESA KEDOTAN
dan
KEPALA DESA KEDOTAN
f. Memutuskan
Kata "Memutuskan" ditulis dengan huruf Kapital, dan diakhiri
dengan tanda baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah ditengah
margin.
g. Menetapkan
Kata
"menetapkan:" dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan
ke bawah dengan kata "Menimbang" dan "Mengingat". Huruf
awal kata "Menetapkan" ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca titik dua (:).
Contoh :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : …………………. dst.
Penulisan kembali nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan
Kepala Desa yang bersangkutan dilakukan sesudah kata "menetapkan" dan
Cara penulisannya adalah :
·
Menuliskan
kembali nama yang tercantum dalam judul;
·
Nama tersebut di atas,
didahului dengan jenis peraturan yang bersangkutan;
·
Nama dan jenis peraturan
tersebut, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
baca titik (.).
Pada Peraturan Desa sebelum kata "MEMUTUSKAN" dicantumkan frasa:
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA KEDOTAN
dan
KEPALA DESA KEDOTAN
dan
KEPALA DESA KEDOTAN
Contoh :
a) Jenis Peraturan
Desa
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA KEDOTAN TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI
ORGANISASI PEMERINTAH DESA KEDOTAN
b) Jenis Peraturan Kepala Desa
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
KEPALA DESA KEDOTAN TENTANG TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH
c) Jenis Keputusan Kepala Desa
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA KEDOTAN TENTANG
PENUNJUKAN PETUGAS JAGA SISKAMLING.
Catatan :
Contoh pembukaan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan
Kepala Desa secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Peraturan
Desa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA KEDOTAN,
Menimbang : a. ……………………………………………;
b... ……………………………………………;
c... ………………………………………..dst;
Mengingat : 1. ……………………………………………;
2... ……………………………………………;
3... ………………………………………..dst;
Dengan persetujuan bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA KEDOTAN
dan
KEPALA DESA KEDOTAN
dan
KEPALA DESA KEDOTAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DESA KEDOTAN
TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI PEMERINTAH DESA KEDOTAN.
b. Peraturan Kepala Desa Ditulis seperti huruf a tapi dengan persetujuan
bersama tidak usah diketik.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA KEDOTAN TENTANG
TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH.
TATA CARA PUNGUTAN UANG SAMPAH.
c.
Keputusan
Kepala desa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA KEDOTAN,
Menimbang : a. ……………………………………………;
b... ……………………………………………;
c... ………………………………………..dst;
Mengingat : 1. ……………………………………………;
2... ……………………………………………;
3... ………………………………………..dst;
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA
KEDOTAN TENTANG PENETAPAN PETUGAS SISKAMLING.
KESATU : ……………………………………………………………...
KEDUA : ………………………………………………………………
KETIGA :. ……………………………………………………..dst
C. Batang Tubuh
Batang Tubuh memuat semua materi yang dirumuskan dalam pasalpasal atau
diktum-diktum. Batang tubuh yang dirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenis
Peraturan Desa dan Peraturar. Kepala Desa yang bersifat mengatur (Regelling),
sedangkan jenis Keputusan Kepala Desa yang bersifat penetapan (Besehikking),
batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum-diktum.
Uraian
masing-masing batang tubuh, sebagai berikut :
1. Batang Tubuh Peraturan Desa
a. Batang Tubuh Peraturan Desa
1)
Ketentuan
Umum;
2)
Materi
yang diatur;
3)
Ketentuan
Peralihan (kalau ada); dan
4)
Ketentuan
Penutup.
b. Pengelompokan materi dalam Bab, Bagian dan
Paragraf tidak merupakan keharusan.
Jika Peraturan Desa
mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal,
maka pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bab, Bagian dan Paragraf.
Pengelompokan materi-materi dalam Bab, Bagiar dan
Paragraf dilakukan atas dasar kesamaan kateguri atau kesatuan lingkup isi
materi yang diatur.
Urutan penggunaan kelompok adalah :
1) Bab dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf;
2) Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf;
3)
Bab
dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal.
c. Tata cara penulisan Bab, Bagian;
Paragraf, Pasal dan ayat ditulis sebagai berikut :
1)
Bab
diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul Bab semua ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
2)
Bagian
diberi nomor unit dengan bilangan yang ditulis dengan huruf kapital dan diberi
judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan, dan judul Bagian ditulis dengan
huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang tidak tax letak pada
awal frasa.
Contoh :
BAB II
( ……… JUDUL BAB ……... )
( ……… JUDUL BAB ……... )
Bagian Kedua
..............................................................
..............................................................
3) Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul. Huruf awal
dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan huruf
kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf
kecil.
Contoh :
Bagian Kedua
( ……… Judul Bagian
………)
Paragraf Kesatu
(Judul Paragraf)
4)
Pasal
adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat.
Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan
jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa ayat,
kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu serangkaian yang
tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi nomor unit dengan angka arab, dan huruf
awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital.
Contoh :
Pasal 5
5) Ayat adalah merupakan
rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor unit dengan angka arab di antara
tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat.
Contoh :
Pasal 21
(1)
(2)
(3)
Jika satu pasal atau
ayat memuat rincian unsur, maka di samping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang
biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi.
Contoh :
Pasal ....
Kartu tanda iuran
pedagang sekurang-kurangnya harus memuat nama pedagang, jenis dagangan,
besarnya iuran, alamat pedagang.
lsi pasal ini dapat
lebih mudah dipahami dan jika dirumuskan sebagai berikut :
Kartu tanda iuran
sekurang-kurangnya harus memuat :
a.
nama
pedagang;
b.
jenis
dagangan;
c.
besarnya
iuran; dan
d.
alamat
pedagang.
Dalam membuat rumusan
pasal atau ayat dengan tabulasi, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut
:
a. Setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan
kalimat berikut :
b. Setiap rincian diawali dengan huruf abjad kecil;
c. Setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma (;);
d. Jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil, maka
unsur yang lebih kecil dituliskan agak ke dalam.
e. Kalimat yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik
dua (:);
f. Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika rincian
lebih dari empat tingkat, maka perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang
bersangkutan ke dalam beberapa pasal.
Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian yang
kumulatif, maka perlu ditambahkan kata "dan" di belakang rincian
kedua dari belakang.
Contoh :
a. Tiap-tiap rincian ditandai dengan
huruf a dan seterusnya.
(3) ………………………………………
a ……………………..; dan
b …………………………..
b. Jika suatu rincian memerlukan
perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1, 2, dan
seterusnya.
(4) ………………………………………
a. …………………………………;
b. …………………………………; dan
c. …………………………………;
1.
………………………………….;
2.
………………………………….; dan
3.
………………………………….;
a)
…………………………………..;
b)
…………………………………..; dan
c)
…………………………………..;
1)
…………………………………….;
2)
…………………………………….; dan
3)
…………………………………….;
Gambaran penulisan
kelompok Batang Tubuh secara keseluruhan adalah :
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(Isi Pasal 1)
(Isi Pasal 1)
BAB II
(Judul Bab)
(Judul Bab)
Pasal ...
(Isi Pasal)
BAB III
(Judul Bab)
(Judul Bab)
Bagian Kesatu
(Judul Bagian)
Paragraf Kesatu
(Judul paragraf)
Pasal ….
(1)
(Isi ayat);
(2)
(Isi ayat);
Perincian ayat :
a. ……………… :
dan
b. ……………… :
1. Isi sub ayat;
2. …………………;
3. ………………….
a)
(perincian sub ayat);
b)
……………………;
c)
……………………
1) (perincian mendetail dari sub ayat);
2)
…………….
Penjelasan masing-masing kelompok batang
tubuh adalah :
a. Ketentuan Umum
Ketentuan umum
diletakkan dalam Bab Kesatu atau dalam pasal pertama, jika tidak ada
pengelompokan dalam bab.
Ketentuan umum berisi
:
1)
Batasan
dari pengertian;
2)
Singkatan
atau akronim yang digunakan dalam Peraturan Desa; dan
3)
Hal-hal
lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya.
Jika ketentuan umum
berisi lebih dari satu hal, maka setiap batasan dari pengertian dan singkatan
atau akronim diawali dengan angka arab dan diakhiri dengan tanda baca titik
(.).
Contoh :
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa
ini yang dimaksud dengan :
1.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten
Sukabumi.
2.
…………………………………………………………….
3.
…………………………………………………………….
Urutan pengertian
atau istilah dalam Bab Ketentuan Umum hendaknya mengikuti ketentuan sebagai
berikut :
1.
Pengertian
atau istilah yang ditemukan lebih dahulu dalam materi yang diatur ditempatkan
teratas.
2.
Jika
pengertian atau istilah mempunyai hubungan atau kaitan dengan pengertian atau
istilah terdahulu, maka pengertian atau istilah yang ada hubungannya itu
diletakkan dalam saw kelompok berdekatan.
b. Ketentuan Materi yang akan
diatur.
Materi yang diatur adalah, semua obyek yang diatur secara sistematik sesuai
dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Materi yang diatur harus
memperhatikan dasardasar dan kaidah-kaidah yang ada seperti :
1) Landasan hukum materi yang diatur artinya dalam menyusun materi Peraturan
Desa harus memperhatikan dasar hukumnya.
2) Landasan filosofis, artinya alasan
yang mendasari diterbitkannya Peraturan Desa.
3) Landasan sosiologis, maksudnya agar Peraturan Desa 3 ang diterbitkan jangan
sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat,
misalnya adat istiadat, agama.
4) Landasan politis, maksudnya agar Peraturan Desa yang diterbitkan dapat
berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah
masyarakat.
5) Tata cara penulisan materi yang diatur adalah :
a) Materi yang diatur ditempatkan langsung setelah Bab Ketentuan Umum atau
pasal-pasal ketentuan umum jika tidak ada pengelompokan dalam bab.
b) Dihindari adanya Bab tentang Ketentuan Lain-lain. Materi yang akan
dijadikan materi Ketentuan Lain-lain, hendaknya ditempatkan dalam kelompok
materi yang diatur dengan judul yang sesuai dengan materi tersebut.
Ketentuan Lain-lain hanya dicantumkan untuk ketentuan yang lain dari materi
yang diatur, namun mempunyai kaitan dan perlu diatur. Penempatan bab Ketentuan Lain-lain dicantumkan pada bab atau pasal te:akhir
sebelum Bab Ketentuan Peralihan.
c. Ketentuan Peralihan
Ketentuan Peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara azas mengenai
akibat kehadiran peraturan baru dengan keadaan sebelum peraturan baru itu
berlaku. Pada azasnya pada saat peraturan baru berlaku, maka semua peraturan
lama beserta akibat-akibatnya menjadi tidak berlaku. Kalau azas ini diterapkan
tanpa memperhitungkan keadaan yang sudah berlaku, maka dapat timbul kekacauan
hokum, ketidakpastian hukum atau kesewenang-wenangan hukum.
Untuk menampung akibat berlakunya peraturan baru terhadap peraturan lama
atau pelaksanaan peraturan lama, diadakan ketentuan atau aturan peralihan.
Dengan demikian Ketentuan Peralihan berfungsi :
1) Menghidari
kemungkinan terjadinya kekosongan hukum (Rechtsvacuum).
2)
Menjamin,
kepastian hukum (Rechtszekerheid).
3)
Perlindungan
hukum (Rechtsbeseherming), bagi rakyat atau kelompok tertentu atau orang tertentu.
Jadi pada dasarnya,
Ketentuan Peralihan merupakan "penyimpangan" terhadap peraturan baru
itu sendiri.
Suatu penyimpangan
yang tidak dapat dihindari (Necessery evil) dalam rangka mencapai atau
mempertahankan tujuan hukum secara keseluruhan (ketertiban, keamanan dan
keadilan). Penyimpangan ini bersifat sementara, karena itu dalam rumusan
Ketentuan Peralihan harus dimuat keadaan atau syarat-syarat yang akan
mengakhiri masa peralihan tersebut. Keadaan atau syarat tersebut dapat berupa
pembuatan peraturan pelaksanaan baru (dalam rangka melaksanakan peraturan baru)
atau penentuan jangka waktu tertentu atau mengakui secara penuh keadaan yang
lama menjadi keadaan baru.
d. Ketentuan Penutup
Ketentuan Penutup
merupakan bagian terakhir Batang Tubuh Peraturan Desa, yang biasanya berisi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang
diikutsertakan dalam melaksanakan Peraturan Desa, yaitu berupa :
a)
Pelaksanaan sesuatu yang bersifat menjalankan (eksekutif), yaitu menunjuk pejabat
tertentu yang diberi kewenangan untuk melaksanakan hal-hal tertentu.
b) Pelaksanaan sesuatu
yang bersifat mengatur (legislatif), yaitu pendelegasian Kewenangan untuk
membuat peraturan pelaksanaan (Peraturan Kepala Desa).
2) Nama singkatan (Citeer Titel).
3) Ketentuan tentang saat mulai berlakunya
Peraturan Desa dapat melalui cara-cara sebagai berikut :
a)
Penetapan
mulai berlakunya Peraturan Desa pada suatu tanggal tertentu;
b)
Saat
mulai berlakunya Peraturan Desa tidak harus sama untuk seluruhnya (untuk
beberapa bagian dapat berbeda).
4) Ketentuan tentang pengaruh Peraturan Desa
yang baru terhadap Peraturan Desa yang lain.
2. Batang Tubuh Peraturan Kepala Desa
a. Peraturan Kepala Desa adalah bersifat Mengatar
(Regelling).
1) Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat
semua materi yang akan dirumuskan dalam paeal-pasal.
2) Pengelompokan dalam batang tubuh terdiri atas
:
a)
Ketentuan
Umum;
b)
Materi
yang diatur;
c)
Ketentuan
Peralihan (kalau ada);
d)
Ketentuan
Penutup.
3) Materi muatan Peraturan Kepala Desa adalah
merupakan pelaksanaan dari Peraturan Desa.
4) Tata
cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh Peraturan Kepala Desa,
sama halnya dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan
Desa.
b. Keputusan Kepala Desa adalah bersifat
Penetapan (Besehiking).
1) Batang Tubuh
Keputusan Kepala Desa memuat semua materi
muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
muatan keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.
2)
Pengelompokan dalam
batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur.
Contoh :
KESATU
... :..............................................................
KEDUA
...... :..............................................................
3)
Diktum
terakhir menyatakan Keputusan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Catatan :
Ketentuan Umum dan
Ketentuan Peralihan tidak perlu ada dalam Batang Tubuh, karena Keputusan Kepala
Desa yang bersifat penetapan adalah konkrit, individual dan final.
D. Penutup
Penutup suatu
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa, memuat
hal-hal sebagai berikut :
a.
Rumusan
tempat dan tanggal pcnetapan, diletakkan di sebelah kanan;
b.
Nama
jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda baca
koma;
c.
Nama
lengkap pejabat yang menandatangani, ditulis dengan huruf kapital tanpa gelar
dan pangkat;
d.
Penetapan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa ditandatangani
oleh Kepala Desa;
E. Penjelasan
Adakalanya suatu
Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa memerlukan penjelasan, baik
penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal.
Pada Bagian
penjelasan umum biasanya dimuat politik hukum yang melatarbelakangi penerbitan
Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan. Pada bagian
penjelasan pasal demi pasal dijelaskan materi dari norma-norma yang terkandung
dalam setiap pasal di dalam batang tubuh.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penjelasan adalah :
1. Pembuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa
agar tidak menyadarkan argumentasi pada penjelasan, tetapi harus berusaha
membuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang
dapat meniadakan keraguraguan dalam interprestasi.
2.
Naskah
penjelasan disusun (dibuat) bersama-sama dengan Rancangan Peraturan Desa atau
Peraturan Kepala Desa yang bersangkutan.
3.
Penjelasan
berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu.
4.
Penjelasan
tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lain.
5.
Judul
penjelasan lama dengan judul Peraturan Desa dan, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan.
6.
Penjelasan
terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal yang pembagiannya dirinci
dengan angka romawi.
7.
Penjelasan
umum memuat uraian sistimatis mengenai latar belakang pemikiran, maksud dan
tujuan penyusunan serta pokok-pokok atau azas yang dibuat dalam Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa.
8.
Bagian-bagian
dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab jika hal itu lebih
memberikan kejelasan.
9.
Tidak
boleh ber.tentangan dengan apa yang diatur dalam materi Peraturan
Desa, atau Peraturan Kepala Desa.
10. Tidak boleh memperluas atau menambah norma yang sudah ada dalam batang
tubuh.
11.
Tidak
boleh sekedar pengulangan semata-mata dari materi Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa.
12.
Tidak
boleh memuat istilah atau pengertian yang sudah dimuat dalam ketentuan umum.
13.
Beberapa
pasal yang tidak memerlukan penjelasan, dipisahkan dan diberi keterangan cukup
jelas.
III. PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA
DESA ATAU KEPUTUSAN KEPALA DESA
Perubahan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa dapat meliputi
:
1. Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus
ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian Paragraf, Pasal, ayat
maupun perkataan angka, huruf, tanda baca, lampiran, diktum dan lain-lainnya.
2. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk Bab,
Bagian, Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan angka, huruf, tanda baca,
lampiran, diktum dan lain-lainnya.
Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa dan Keputusan Kepala Desa, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut :
a. Dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuknya.
b. Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dengan
peraturan kepala desa sedangkan Keputusan Kepala Desa diubah dengan Keputusan
Kepala Desa.
c.
Perubahan
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa dilakukan
tanpa mengubah sistematika yang diubah.
d.
Dalam
penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa
mana yang diubah dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan yang keberapa
kali.
Contoh perubahan yang pertama kali :
PERATURAN DESA KEDOTAN
NOMOR 33 TAHUN 2006
NOMOR 33 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DESA KEDOTAN NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
PERATURAN DESA KEDOTAN NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
Contoh perubahan
selanjutnya :
PERATURAN DESA KEDOTAN
NOMOR 44 TAHUN 2006
NOMOR 44 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN DESA KEDOTAN NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
PERATURAN DESA KEDOTAN NOMOR 21 TAHUN 2006
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
e. Dalam konsiderans Menimbang
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang diubah,
harus dikemukakan alasan‑ alasan atau pertimbangan-pertimbangan mengapa
peraturan yang lama perlu diadakan perubahan.
f. Batang tubuh Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa etau Keputusan Kepala Desa yang diubah, hanya ditulis
dengan angka Romawi, dimana pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan sebagai
berikut :
1) Pasal I memuat segala sesuatu perubahan dengan diawali penyebutan Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Desa yang diubah dan urutan
perubahan-perubahan tersebut hendaknya ditandai dengan huruf besar A, B, C dan
seterusnya.
2)
Pasal II memuat
ketentuan mengenai mulai berlakunya Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa,
Keputusan Kepala Desa perubahan tersebut.
g. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa
sudah mengalami perubahan berulang kali, sebaiknya Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut dicabut dan diganti Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru.
h. Apabila pembuat Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan
Kepala Desa berniat mengubah secara besar-besaran demi kepentingan pemakai,
lebih baik apabila dibentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau
Keputusan Kepala Desa yang baru.
i.
Cara-cara
merumuskan perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan
Kepala Desa (dalam Pasal I) sebagai berikut :
1) Apabila suatu Bab, Bagian, Pasal atau ayat
akan dihapuskan, angka satu nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskar tetapi
tanpa isi, hanya dituliskan "dihapus".
Contoh :
BAB V Pasal dihapus.
2) Apabila di antara dua pasal akan disisipkan
suatu pasal baru yang tidak merupakan suatu penggantian dari suatu pasal yang
telah dihapuskan itu, maka pasal baru itu tidak boleh ditempatkan pada tempat
pasal yang dihapuskan.
Dalam penulisannya
pasal baru itu ditempatkan di antara kedua pasal tersebut dan diberi nomor
sesuai dengan pasal yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A (Kapital).
Contoh :
Apabila di antara
Pasal 14 dan Pasal 15 akan disisipkan pasal baru, maka pasal baru itu
dituliskan dengan Pasal 14A.
3)
Apabila
diantara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru itu tersebut
ditempatkan di antara kedua ayat yang ada dan diberi nomor sesuai dengan ayat
yang terdahulu dengan menambahkan huruf a.
Contoh :
Apabila diantara ayat
(1) dan ayat (2) akan disisipkan ayat baru, maka diletakkan diantara ayat (1)
dan ayat (2) dan dituliskan ayat (la).
4)
Apabila
suatu perubahan mengenai peristilahan yang mempunyai kesatuan makna, maka
perubahannya diusahakan agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru.
Contoh :
Jika istilah
"wilayah Dusun Kempul" akan diubah menjadi "wilayah Dusun
Mertaina", maka janganlah hanya mengubah perkataan "Kempul"
menjadi "Mertaina", tetapi seyogyanya perubahan tersebut dilakukan
sebagai berikut : wilayah Dusun Kempul diganti dengan wilayah Dusun
Mertaina.
IV. PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA
DESA ATAU KEPUTUSAN KEPALA DESA
a. Pencabutan dengan penggantian
Pencabutan dengan penggantian terjadi apabila Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang ada digantikan dengan Peraturan
Desa, atau Keputusan Kepala Desa yang baru. Bentuk luar (kenvorm) dari
Peraturan Desa, atau Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa yang baru
ini sama seperti lazimnya pada Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa lainnya.
Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut
dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan).
Contoh :
Menimbang : a. bahwa ...tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan, sehingga perlu diganti;
b. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan
...;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA.
Akan tetapi apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di belakang
(dalam ketentuan penutup). Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan
Kepala Desa yang dicabut tersebut akan tercabut, tetapi tidak beserta
akar-akarnya, dalam arti Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan
Kepala Desa tersebut tercabut, tetapi peraturan pelaksanaanya masih dapat
dinyatakan berlaku.
Contoh :
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Dengan berlakunya Peraturan Desa ini, maka Peraturan Desa KEDOTAN Nomor 21
Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dinyatakan tidak berlaku.
b. Pencabutan tanpa penggantian
1) Dalam
pencabutan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa
yang dilakukan tanpa penggantian, bentuk luar (kenvorm) Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa tersebut mempunyai kesamaan
dengan perubahan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala
Desa, yaitu bahwa batang tubuh Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa tersebut akan terdiri atas dua pasal yang diberi angka
arab di mana masing-masing pasal tersebut berisi :
- Pasal
1 : berisi
tentang ketentuan oencabutan produk hukum daerah.
- Pasal
2 : berisi
tentang ketentuan mu!ai berlakunya Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Kepala
Desa tersebut.
2) Pencabutan Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa juga dilakukan oleh Pejabat
yang berwenang membentuknya dan dengan peraturan yang sejenis.
Contoh:
PERATURAN DESA
...
TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DESA ...
NOMOR ... TENTANG ...
V. RAGAM BAHASA
Ragam Bahasa yang dipakai dalam menyusun Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa atau Keputusan Kepala Desa adalah :
A. Bahasa Perundang-undangan
1. Bahasa perundang-undangan termasuk Bahasa
Indonesia yang tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia yang menyangkut
pembentukan kata, penyusunan kalimat maupun pengejaannya. Bahasa
perundang-undangan mempunyai corak dan gaya yang khas yang bercirikan
kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan dan keserasian.
2. Dalam merumuskan materi Peraturan
Desa, Peraturan Kepala Desa, atau Keputusan Kepala Desa, maka pilihlah kalimat
yang lugas dalam arti tegas, jelas dan mudah ditangkap pengertiannya, tidak
berbelit-belit. Kalimat yang dirumuskan tidak menimbulkan salah tafsir atau
menimbulkan pengertian yang berbeda bagi setiap pembaca. Hindari pemakaian
istilah yang pengertiannya kabur dan kurang jelas. Istilah yang dipakai
sebaiknya sesuai dengan pengertian yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari.
3. Hindari pemakaian :
a. Beberapa istilah yang berbeda untuk pengertian yang sama.
b. Satu istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda.
4. Untuk mendapatkan kepastian hukum, istilah dan
arti dalam peraturan pelaksanaan harus disesuaikan dengan istilah dan arti yang
dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.
5. Apabila istilah tertentu dipakai
berulang-ulang, maka untuk menyederhanakan susunan Peraturan Desa, Peraturan
Kepala Desa atau Keputusan Kepala Desa dapat dibuat definisi yang ditempatkan
dalam Bab Ketentuan Umum.
6. Jika istilah tertentu dipakai berulang-ulang
maka untuk menyederhanakan susunan suku kata dapat menggunakan singkatan atau
akronim.
7. Singkatan nama atau badan atau lembaga yang
belum begitu dikenal umum dan bila tidak dimuat dalam Ketentuan Umum, maka
setelah tulisan lengkapnya, singkatannya dibuat di antara tanda kurung.
8. Dianjurkan sedapat mungkin menggunakan istilah
pembentukan Bahasa Indonesia. Pemakaian (adopsi) istilah asing yang banyak
dipakai dan sudah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat
dipertimbangkan dan dibenarkan, jika istilah asing itu memenuhi syarat :
a.
Mempunyai
konotasi yang cocok;
b.
Lebih
singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia.
c.
Lebih
mudah tercapainya kesepakatan.
d.
Lebih
mudah dipahami dari pada terjemahan Bahasa Indonesia.
B. Pilihan Kata atau istilah
1.
Pemakaian
kata "Kecuali"
Untuk menyatakan makna tidak termasuk dalam golongan, digunakan kata
"kecuali". Kata "kecuali" ditempatkan di awal kalimat jika
yang dikecualikan induk kalimat.
Contoh :
Kecuali A dan B, setiap warga Desa wajib
melaksanakan Siskamling.
2. Pemakaian kata "Disamping". Untuk menyatakan makna termasuk,
dapat digunakan kata "disamping".
Contoh :
Disamping membayar iuran
keamanan, warga yang berstatus Pegawai Negeri Sipil juga dikenai kewajiban melaksanakan
Siskamling.
3. Pemakaian kata "Jika" dan kata "Maka".
Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan, digunakan kata
"jika" atau frasa "dalam hal". Gunakan kata
"jika" bagi kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi lebih dari
sekali dan setelah anak kalimat diawali kata "make".
Contoh :
Jika terdapat warga Desa yang tidak
melaksanakan Siskamling, maka ....................
4. Pemakaian kata
"Apabila".
Untuk menyatakan atau menunjukkan uraian atau penegasan waktu terjadinya
sesuatu, sebaiknya menggunakan kata "apabila" atau "bila".
Contoh :
Salah satu warga Desa dapat tidak melaksanakan tugas Siskamling, apabila
sakit.
5. Pemakaian kata "dan",
"atau", "dan atau".
a. Untuk menyatakan sifat yang kumulatif, digunakan kata "dan".
Contoh :
A dan B wajib memberikan .............
b. Untuk menyatakan sifat alternatif atau eksekutif digunakan kata
"atau"
Contoh :
A atau B wajib
memberikan ..............
c. Untuk menyatakan sifat alternatif ataupun
kumulatif, digunakan frasa "dan atau".
Contoh :
A dan atau B
wajib memberikan ...........
6. Untuk menyatakan istilah hak, digunakan kata "berhak"
Contoh :
Setiap warga Desa Tribuana yang telah berumur 17 (tujuh bolas) tahun berhak
untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
7. Untuk menyatakan kewenangan, digunakan kata "dapat" atau kata
"boleh".
Kata "dapat" merupakan kewenangan yang melekat pada seseorang,
sedangkan kata "boleh" tidak melekat pada diri seseorang. Untuk menyatakan
istilah kewajiban, digunakan kata "wajib".
Contoh :
-
Kepala desa dapat memberikan dispensasi bagi warga
yang sedang mengalami musibah.
-
Setiap warga Desa wajib membayar iuran keamanan.
8.
Untuk
menyatakan istilah sekedar kondisi atau persyaratan, digunakan kata
"harus".
Contoh :
Untuk menduduki suatu
jabatan Kepala Urusan Keuangan, seorang calon Kepala Urusan Keuangan harus
terlebih dahulu mengikuti kursus Bendaharawan.
9.
Untuk
menyangkal suatu kewajiban atau kondisi yang diwajibkan, digunakan frasa
"tidak diwajibkan" atau "tidak wajib".
Contoh :
Warga Desa yang belum
berumur 17 tahun dan belum kawin, tidak diwajibkan untuk mengikuti pemilihan
Kepala Dusun.
C. Teknik Pengacuan
1. Untuk mengacu pasal lain. Digunakan frasa
"sebagaimana dimaksud dalam". Sedangkan untuk mengacu ayat lain,
digunakan (rasa "sebagaimana dimaksud pada".
Contoh :
............... sebagaimana dimaksud
dalam pasal 18 .......................................
............... sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ...........................................
Jika mengacu ke
peraturan lain, pengacuan dengan urutan pasal, ayat dan judul Peraturan Desa
atau Peraturan Kepala Desa.
Contoh :
…………. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
Peraturan
Desa KEDOTAN Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Desa KEDOTAN Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
2.
Pengacuan
dilakukan dengan mencantumkan secara singkat materi pokok yang diacu. Pengacuan
hanya boleh dilakukan ke peraturan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
3.
Pengacuan
dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor dari pasal atau ayat yang
diacu, dan hindarkan penggunaan frasa "pasal yang terdahulu" atau
"pasal tersebut di atas" atau "Pasal ini".
Contoh :
Panitia Pemilihan
Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), bertugas ………
Jika ketentuan dari
pengaturan yang diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah
"tetap berlaku" dapat digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar